Minggu, 06 September 2009

SEEKOR UNTA, PADANG GERSANG DAN OASE

SEEKOR UNTA, PADANG GERSANG DAN OASE

Rembulan tak jemu mengejar matahari
Matahari tak lelah tuk lari dari sang rembulan

Pagi, petang, sore, siang
Semuanya indah apalagi fajar

Alunan ayatmu begitu membuka mata hati
Memberikan setetes embun di padang hati yang gersang

Burung-burung berkejaran
Menanti mata celik kita
Tuk tampilkan keindahannya

Andai kudapat berkata
Bangun, lihatlah indahnya fajar yang kian menyingsing
Senang, riang, selalu ceria
Burung yang menakjubkan

Seekor unta terus berjalan
Menapaki langkah demi langkah
walau setiap langkahnya didera panas gersang
namun hati dan pikirnya selalu terdapat oase yang indah dan sejuk

aku rindu
aku rindu setetes embun sejuk yang bagai membakar hatiku
aku rindu kobaran api semangatnya
aku rindu tawa lepas bibirnya
aku rindu alunan halus suaranya

aku selalu merindukan itu
unta selalu ingin lepas dari padang gersang
itulah yang kurasakan sekarang
menuju ke oase kehisupan abadi

Selasa, 01 September 2009

EVOLUSI

EVOLUSI

Hari kusam tiba menghinggap
Tak berkesempatan menghindar
Memaki penuh ranah

Merusak hawa dingin
Yang perlahan menjadi hangat
Meluap dan meringkap naik
Meletup-letup hingga mulutku kaku
Kaki kiku, hati tinggi, panas dan ganyang

Hinaan ini tersingkap hari demi hari
Kacang banyak biji, kupas mengupas kulitnya
Seakan tinggi meliuk tabir awan kesingkap
Menyayat apa yang bisa disayat
Memekakan relung yang perlahan longsor

Tak kujangkau mulut lancang itu
Tak kuraih liku siluet nodanya itu
Tak kusingkap nanah busuk dalam jiwanya itu

Sampai denting waktu evolusi bermulai
Perlahan menggerogoti wajah muaknya
Dan hinaan ini hinaan kuasa

Kubalas dan pasti kubalas
Karena tak ada yang boleh melepas tabir
Dalam hal derajat ilmu pengetahuan.

ILMU

ILMU

Lumpur-lumpur hitam mengeriak
Melonpat penuh nanah bercampur gumpalan darah beku
Lumpur tetaplah lumpur
Nanah dan darah tetaplah nanah dan darah

Intan kusam terjepit sakit
Tak beda dengan emas yang melepuh
Juga perak setia menahan bara
Setia tak kenal tiuh ataupun rendah

Genangan air meleok diselokan
Ia senang statis berharap abadi
Tak pelik perdu memohon gontai
Isyarat kukuh tak mau goyah

Namun nyata
Intan kusam, emas yang melepuh dan perak setia
Yang akan abadi yang akan kukuh
Yang akan agung yang akan mulia

Tak ada harap menjadi mulia
Tak ada asa hidup abadi

Satu yang kuharap, kucari, kunant
Dan kurindukan kedatanganya dalam cela-celah hidup
Dalam sempitnya malam dalam lengangnya pagi
Dan dalam setiap detik helaan napas,, ILMU

TRAUMA (sebuah kebisuan dalam keterasingan)

TRAUMA

Wisata hati ini kembali terhenti
Saat dimana rel-relnya anjlok
Dan aku menjadi bagian batang gerbong
Yang ditinggal sepi penumpangnya

Perjalanan panjang hidupku terdiam
Saat kusaksikan pesawat terjun bebas menghantam tebing
Dan aku menjadi bagian kepingan-kepingan badan pesawat
Yang terlempar terbakar melesat jauh dalam jurang

menjadi bagian apalagikah diriku selanjutnya?
Mungkinkah aku menjadi bagian dari awak kapal levina I
Yang tenggelam tanpa jejak dilautan kehampaan?
Ataukah bangkai bus
yang menjadi korban bom bunuh diri, sabtu kemarin?

Aku adalah sepi, sunyi, sendiri, diam, dan kehampaan semesta
Namun aku adlah lambang kebahagiaan idealisme diriku!!